Salakanagara |
Tentang kerajaan pertama di kawasan Jawa Barat boleh dikatakan bahwa keberadaanya “Timbul-tenggelam” dalam pandangan para ahli sejarah. Bermula dari berita China dari jaman dinasti Han yang memberitakan bahwa “Raja Yeh-Tiao bernama Tiao-pien mengirimkan utusan ke China dalam tahun 132 M”. Pulau Jawa khususnya Jawa Barat mulai memasuki lingkaran sejarah abad kedua Masehi. Ye-Tiao diduga sama dengan Jawadwipa atau Yabadiu, dan nama Tiao-Pien diduga sama dengan Dewawarman.
Sasaran mengarah ke Jawa Barat karena berita itu dihubungkan pula dengan tulisan seorang ahli Ilmu Bumi Mesir bernama Claudius Ptolomeus dalam bukunya Geographia yang ditulis kira-kira tahun 150 M. Berdasarkan berita yang disadapnya dari saudagar-saudagar Arab yang biasa berdagang ke India, ia memberitahukan bahwa di dunia timur terdapat Iabadiou yang subur dan banyak menghasilkan emas. Di ujung barat Iabadiou terletak kota Argyre. Iabadiou dapat dicapai setelah melalui 5 pulau Barousai dan 3 pulau Sabadibai.
Peta yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus. Peta ini dibuat pada tahun 165 M, berdasarkan tulisan geograf Starbo (27 – 14 SM) dan Plinius (akhir abad pertama masehi). Dalam peta ini digambarkan tentang jalur pelayaran dari Eropa ke Cina dengan melalui: India, Ujung Utara Sumatra, kemudian menyusuri Pantai Barat Sumatra, Pulau Panaitan, Selat Sunda, terus melalui Laut Tiongkok Selatan sampai ke Cina (Yogaswara, 1978: 21-38). Sumber gambar: http://mozaikminang.wordpress.com/ |
Pendiri Salakanagara, Dewawarman adalah duta bangsawan dari Calankayana, pedagang sekaligus perantau dari Pallawa, Bharata (India) yang akhirnya menetap karena menikah dengan puteri penghulu setempat, sedangkan pendiri Tarumanagara adalah Maharesi Jayasingawarman, pengungsi dari wilayah Calankayana, Bharata karena daerahnya dikuasai oleh kerajaan lain. Sementara Kutai didirikan oleh pengungsi dari Magada, keturunan keluarga Sungga setelah daerahnya juga dikuasai oleh kerajaan lain.[a]
Sejarah Awal
Pasundan (Jawa Barat, Banten dan DKI sekarang) dari tahun 1 sampai dengan 129 M, mungkin belum terdapat kerajaan, yang ada hanyalah satuan kelompok masyarakat yang dipimpin oleh seorang "datu" (kepala masyarakat/penghulu) dan para pembantunya. Pemimpin tersebut merupakan seorang publik figur yang memiliki banyak kelebihan (berilmu dan perkasa), dapat melindungi dan mengayomi, sangat berpengaruh dan kharismatik. Pemimpin pada masa itu mempunyai kekuasaan mutlak selaku pemerintah/penguasa, pemuka agama, pemuka adat dan penentu keadilan/hakim. Keberadaanya ada yang diangkat berdasarkan Musyawarah (Musyawarah untuk mufakat telah ada pada masa itu), karena kelebihanya, atau menjadi pemimpin karena keberhasilanya menaklukan pemimpin satuan/kelompok masyarakat terdahulu.[b]
Salahsatu wilayah pemukiman masyarakat yang terbesar di Pasundan pada waktu itu adalah Teluk Lada di Pandeglang, Banten, yang merupakan pelabuhan alam yang banyak dikunjungi oleh pendatang dari pulau-pulau lain, seperti pendatang dari Bugis, Maluku, Lampung, Tumasik, Penang/Malaya, dan India.
Perdagangan di Teluk Lada berupa hasil laut, bumi, hutan, ternak dan ikan darat. Hasil bumi dengan komoditas utama lada, ditanam penduduk di pedalaman Teluk Lada. Hasil pertambangan seperti besi, tembaga, emas dan perak yang dikelola secara tradisional, jarang diperjualbelikan (timbal balik) oleh penduduk kepada pihak luar. Hasil pertambangan itu dipakai sendiri untuk bahan pembuatan alat-alat pertanian, alat keperluan sehari-hari, senjata dan perhiasan.
Berlangsungnya perdagangan dengan pihak luar disebabkan karena adanya kebutuhan penduduk pada kain (dari India), keramik China dari para pedagang Tumasik dan Penang, dan barang-barang lainya yang belum dapat dibuat oleh para penduduk Teluk Lada. Pemimpin di Teluk Lada saat itu adalah Datu Tirem, yang pada mulanya merupakan seorang pendatang dari Sumatera/Melayu, kemudian menjadi pemimpin masyarakat pada kelompok itu, dan beristrikan wanita pribumi Teluk Lada.
Sekitar tahun 128 M, datanglah rombongan bangsawan dari India yang dipimpin Dewawarman, kerabat keraton kerajaan Calankayana di India, ia mengemban misi dari rajanya untuk mencari vazal (daerah pengaruh) Calankayana di luar India, dalam rombongan itu dibawa pula para pendeta untuk menyebarkan agama Hindu.
Keberadaan Dewawarman di Teluk Lada membawa manfaat sangat besar bagi Datu Tirem dan para penduduknya, sosok pangeran itu menarik hati Datu Tirem dan rakyatnya, disamping itu ia berhasil pula mengatasi kesulitan yang dialami para penduduk Teluk Lada, diantaranya mengusir kelompok bajak laut yang selalu mengganas di Selat Sunda, yang menjadi gangguan keamanan bagi para pedagang dan membantu memperbaiki sistem pemerintahan, pertanian, pertambangan dan perdagangan. Para pendeta yang dibawanya dari India menyebarkan agama Hindu kepada penduduk setempat sehingga agama Hindu mulai dianut oleh para penduduk Teluk Lada dan mempengaruhi pola budayanya. Dengan adanya Dewawarman dan para pengikutnya, kemakmuran penduduk Teluk Lada meningkat dengan pesat.
Dewawarman pun akhirnya menikah dengan putri Aki Luhur Mulya (nama lain Aki Tirem) yang bernama Dewi Pwahaci Larasati. Hal ini membuat semua pengikut dan pasukan Dewawarman menikah dengan wanita setempat dan tak ingin kembali ke kampung halamannya.
Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima tongkat kekuasaan. Selanjutnya pada tahun 130 M, ia kemudian mendirikan kerajaan Salakanagara (Negeri Perak) dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara, dan istrinya menjadi permaisuri dengan gelar Dewi Dwani Rahayu.
Sepak Terjang Kerajaan Salakanagara
Dengan inti pasukan yang dibawa dari Calankayana, ditambah dukungan dari penduduk setempat, Dewawarman membentuk balatentara Salakanagara, dan menyatukan satuan-satuan kecil penduduk sampai ke pedalaman-pedalaman di utara, selatan dan timur Salakanagara sekaligus memperluas wilayahnya. Sehingga pada masa pemerintahannya, wilayah kerajaan Salakanagara membentang dari pantai selat Sunda, pantai selatan (Kabupaten Lebak sampai Cianjur sekarang), pantai utara Jawadwipa (sampai tepi barat sungai Citarum), sekaligus dengan pedalamanya.
Laut di antara pulau Jawa dengan Sumatera (selat Sunda) masuk pula ke dalam wilayahnya. Oleh karena itu daerah sepanjang pantainya dijaga oleh pasukan Dewawarman. Perahu yang berlayar dari timur ke barat dan sebaliknya harus berhenti dan membayar upeti kepada sang Prabu. Pelabuhan-pelabuhan di pesisir Jawa Barat, Nusa Mandala (P. Sangiang), Kerajaan Agnynusa (Nusa Api) yang berada di Pulau Krakatau dan pesisir Sumatera selatan juga dijaga oleh Dewawarman.
Peta perluasan wilayah (lokasi) kekuasaan kerajaan Salakanagara. Pada saat kerajaan Salakanagara berkuasa Gunung Krakatau belum meletus, sehingga tampak lebih besar dari sekarang. Sumber gambar: http://mozaikminang.wordpress.com/ |
Untuk melancarkan roda pemerintahanya dibentuklah mandala-mandala (daerah-daerah) bawahan/kerajaan mandala, yaitu kerajaan mandala Ujung Kulon di bawah pemerintahannya Raja Bahadura Harigana Jaya Sakti adik pangeran Dewawarman (yang meliputi wilayah Lebak sekarang). Purasaba kerajaan Ujung Kulon kemungkinan berelokasi di sekitar Teluk Penanjung yang memanfaatkan teluk itu untuk prasarana transportasi, komunikasi dan perdagangan sebagai pelabuhan alam karena kurang dan sulitnya jalan darat.[b]
Kerajaan Mandala lainya adalah Tanjung Kidul, dengan rajanya Sweta Liman Sakti adik Dewawarman. Tanjung Kidul meliputi wilayah pesisir dari pedalaman Sukabumi sampai dengan Cianjur sekarang. Purasaba negara Tanjung Kidul adalah Agrabintapura yang terletak di sekitar gunung Bengbreng daerah antara sungai Citarik dan pantai Cidaun. Pelabuhan-pelabuhan alam membawa manfaat yang besar bagi Tanjung Kidul, yaitu demi kelancaran kegiatan perdagangan, tranportasi dan komunikasi dengan pihak luar melalui jalur laut. Pada masa kerajaan Tanjung Kidul, selain hasil laut, telah dikenal pula tanam padi ladang/tadah hujan yang teratur, dengan memanfaatkan lahan-lahan subur di pedalaman yang sekarang disebut Cianjur dan Sukabumi. Penanaman palawija dan perternakan seperti kerbau, sapi, kuda, ayam dan itik berkembang pula dengan pusat, sejalan dengan luasnya lahan pertanian/ladang serta adanya hasil hutan (kayu, damar, kemenyan dan rotan).
Adapun Salakanagara pendapatanya dari hasil laut, penanaman lada, peternakan, hasil hutan dan pertambangan besi, tembaga, mas dan perak. Dengan adanya aneka ragam pendapatan tersebut, penguasa Salakanagara dapat memberikan kemakmuran bagi rakyatnya.
Seperti yang diutarakan dimuka, bahwa Pangeran Dewawarman dan rombonganya mencari vazal bagi kerajaan asalnya, dengan demikian Salakanagara berada di bawah pengaruh Calankayana di India. Sebagai Vazal, Salakanagara memberikan upeti tahunan kepada Calankayana dan kerajaan induk itu mengirimkan kain sutra, permadani, senjata dan kapal laut. Selain dari pada itu, dikirimkan pula para pendeta Hindu ke Salakanagara untuk mendidik masyarakat dalam memahami ajaran agama Hindu, sehingga seterusnya agama Hindu menjadi agama mayoritas penduduk Salakanagara menggantikan kepercayaan semula.
Pada tahun 150 M, seorang pengembara yaitu Ptolemeus tiba di Salakanagara bersama dengan rombonganya pedagang dari India menetap di purasaba Rajatapura. Ptolemeus sangat mengagumi Salakanagara yang disebutnya Argyre (kota perak).
Keberhasilanya Dewawarman dan permaisurnya dalam membesarkan Salakanagara dan membawa rakyat Salakanagara pada kemakmuran dan kesejahteraan, membuat pasangan penguasa tersebut sangat dihormati rakyatnya, dan dianggap sebagai penjelmaan Dewa Wisnu (Dewa penjaga dan pelindung manusia), dan permaisurinya dianggap sebagai jelmaan Dewi Sri (istri Dewa Wisnu), Dewa wanita pelindung tanaman, ternak dan kesuburan.
Rajatapura adalah ibukota Salakanagara yang hingga tahun 362 M menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I - VIII). Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa selama 38 tahun, yaitu dari tahun 52 sampai tahun 90 Saka (130-168 M) dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra. Prabu Dharmawirya tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau raja Salakanagara terakhir hingga tahun 363 M, karena sejak itu Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana, India bernama Jayasinghawarman. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis.
Cikal Bakal Tarumanegara
Salakanagara berlangsung dari tahun 130 sampai tahun 358 M, di bawah pemerintahan Dewawarman I sampai VIII. Adapun raja terakhir, yaitu Dewawarman VIII tidak mempunyai anak laki-laki, hanya memiliki anak perempuan saja, sehingga tidak memiliki putra mahkota (penerus tahta). Pada masa pemerintahan Dewawarman VIII, datanglah seorang maharesi muda dari Calankayana di India, yang memberitahukan pada Dewawarman VIII bahwa Calankayana telah ditaklukan oleh kerajaan Magada di bawah pemerintahan Maharaja Samudragupta dari keluarga Maurya. Pada masa itu, politik ekspansi maharaja Samudragupta berhasil menaklukan hampir seluruh kerajaan di India. Untuk Seterusnya Maharesi muda bernama Jayasingawarman itu tinggal di purasaba Rajatapura dan akhirnya menikah dengan putri Dewawarman VIII. Karena kecakapan dan keperwiraanya, Jayasingawarman diangkat sebagai penerus tahta Salakanagara.[b]
Menurut Prasasti Allahabad, diceritakan bahwa Raja Samudragupta telah mengalahkan Raja Hastiwarman dari keluarga Salankayana dan mengalahkan Raja Wisnugopa dari keluarga Pallawa. Pada tahun 270 Saka (348 Masehi) seorang Maharsi dari keluarga Salankayana yang bernama Jayasingawarman hijrah ke pulau-pulau sebelah selatan India bersama para pengikutnya yang terdiri dari pengiring, tentara dan penduduk yang melarikan diri dari musuhnya Samudragupta.[d]
Sementara itu, Maharaja Samudragupta makin meluaskan wilayah Magada hingga keluar India. Diantaranya mencari daerah jajahan Calankayana atau daerah pengaruhnya (vassal). Untuk menghindari adanya penyerbuan Magada mengingat sangat kuatnya balatentara kerajaan itu, Dewawarman VIII memerintahkan kepada menantunya untuk mendirikan pusat pemerintahan baru (di daerah kecamatan Tarumajaya, Muaragembong, Sukawangi dan Cabangbungin kabupaten Bekasi sekarang), usaha Jayasingawarman berhasil, kemudian Dewawarman VIII menyerahkan tahtanya pada Jayasingawarman. Seterusnya Salakanagara berganti nama menjadi Tarumanagara (358 M).
Di kemudian hari setelah Jayasingawarman mendirikan Tarumanagara, pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumanagara. Salakanagara kemudian berubah menjadi Kerajaan Daerah.
Perputaran Roda Pemerintahan di Salakanagara
Kisah keturunan Dewawarman sebagai raja-raja Salakanagara dapat diungkap di antaranya dalam Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa I sarga 1 dan parwa III sarga I. Juga dalam Pustaka Pararatwan i Bhumi Jawa-dwipa parwa I sarga 1 dan Pustaka Nagara Kretabhumi parwa I sarga 1 dan tersebar dalam beberapa sarga lain dalam bentuk urutan raja-raja di Jawa Barat.
Ringkasan selanjutnya dari kerajaan Salakanagara adalah sebagai berikut: [c]
Dari perkawinannya dengan Pwahaci Larasati, Dewawarman I mempunyai beberapa orang anak. Anak laki-lakinya yang tertua, yang bernama Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra menggantikan kedudukannya sebagai raja (Dewawarman II) yang memerintah dari tahun 90-117 Saka (168-195 M). Ia menikah dengan puteri keluarga raja Singala (Sri Langka).
Dari perkawinan ini lahir seorang putera yang kemudian menjadi Dewawarman III dengan gelar Prabu Singasagara Bimayasawirya. la menjadi penguasa Salakanagara dari tahun 117 sampai 160 Saka (195-238 M). Dalam masa pemerintahannya terjadi serangan bajak laut dari negeri China yang dapat dihadapi dan ditumpasnya. Dewawarman III kemudian mengadakan huhunean (painitran) dengan maharaja China dan raja-raja India.
Permaisuri raja Dewawarman III berasal dari Jawa Tengah. Puteri tertua yang lahir dari perkawinan ini bernama Tirta Lengkara, yang menikah dengan raja Ujung Kulon bernama Darma Satya-nagara. Kelak ia menggantikan mertuanya menjadi penguasa Salakanagara sebagai Dewawarman IV yang memerintah dari tahun 160 sampai 174 Saka (238-252 M).
Dari perkawinan ini lahir puteri sulung bernama Mahisasuramardini Warmandewi. Bersama suaminya yang bernama Darmasatyajaya sebagai Dewawarman V, ia memerintah selama 24 tahun (174-198 Saka). Ketika Dewawarman V yang merangkap sebagai Senapati Sarwajala (panglima angkatan laut) gugur sewaktu berperang menghadapi bajak laut. Walau pun gerombolan bajak laut itu dapat ditumpas, Dewawarman V gugur karena serangan panah dari belakang. Sang rani Mahisasuramardini melanjutkan pemerintahannya seorang diri sampai tahun 211 Saka (289 M).
Penguasa Salakanagara berikutnya adalah Ganayanadewa Linggabumi, putera sulung Dewawarman V atau sang Mokteng Samudra (yang mendiang di lautan). Prabu Ganayana menjadi penguasa Salakanagara sebagai Dewawarman VI selama 19 tahun dari tahun 211 sampai 230 Saka (289-308 M). Dari perkawinannya dengan puteri India, ia mempunyai beberapa putera dan puteri.
Putera sulungnya yang kemudian menjadi raja Dewawarman VII memerintah Salakanagara pada tahun 230 sampai 262 Saka (308-340 M) bergelar Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati. Sedangkan anaknya yang kedua seorang puteri bernama Salaka Kancana Warmandewi yang menikah dengan menteri kerajaan Gaudi (Benggala) di India bagian timur. Puteri yang ketiga bernama Kartika Candra Warmandewi. la menikah dengan seorang raja muda dari negeri Yawana. Yang keempat laki-laki, bernama Ghopala Jayengrana. Ia menjadi seorang menteri kerajaan Calankayana di India.
Yang kelima seorang puteri bernama Sri Gandari Lengkaradewi. Suami puteri ini adalah menteri panglima angkatan laut kerajaan Pallawa di India. Putera bungsu Dewawarman VII adalah Skandamuka Dewawarman Jayasatru yang menjadi senapati Salakanagara.
Puteri sulung Dewawarman VII bernama Spatikarnawa Warmandewi. Kelak bersama suaminya akan menggantikan ayahnya sebagai penguasa Salakanagara kedelapan. Dewawarman VII mempunyai hubungan erat dengan kerajaan Bakulapura karena pertalian kerabat permaisurinya. Kakak sang permaisuri ini menikah dengan penguasa Bakulapura (kerajaan Kutai Martapura di Kalimantan) yang bernama Atwangga putera Sang Mitrongga. Mereka keturunan wangsa Sungga dari Magada yang pergi mengungsi tatkala negerinya dilanda serangan musuh. Dari perkawinan puteri ini dengan Atwangga lahirlah Kudungga yang kelak menggantikan ayahnya menjadi penguasa Bakulapura.
Ketika Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati atau Dewawarman VII wafat, tibalah di Rajatapura Senapati Krodamaruta dari Calankayana bersama beberapa ratus orang anggota pasukannya bersenjata lengkap. Krodamaruta adalah putera Senapati Gopala Jayengrana yaitu putera Dewawarman VI yang keempat yang menjadi menteri di kerajaan Calankayana. Krodamaruta langsung merebut kekuasaan dan tanpa menghiraukan adat pergantian tahta ia merajakan diri menjadi penguasa Salakanagara.
Ahli waris tahta yang sah adalah Spatikarnawa Warmandewi puteri sulung Dewawarman VII. la belum bersuami. Karena kelakuan Krodamaruta bertentangan dengan adat, sekali pun ia masih cucu Dewawarman VI, keluarga keraton beserta sebagian penduduk Salakanagara tidak menyenanginya. Akan tetapi Krodamaruta tidak lama berkuasa karena ia tewas tertimpa batu besar ketika berburu di hutan. Batu itu berasal dari puncak sebuah bukit. Akibat peristiwa itu Krodamaruta hanya 3 bulan menjadi penguasa Salakanagara.
Kemudian Spatikarnawa Warmandewi dinobatkan menjadi penguasa Salakanagara menggantikan ayahnya tahun 262 Saka (340 M). Dalam tahun 270 Saka sang rani menikah dengan saudara sepupunya, putera Sri Gandari Lengkaradewi yaitu puteri Dewawarman VI yang kelima. Ia bersuamikan panglima angkatan laut (senapati sarwajala) kerajaan Pallawa, India. Lengkaradewi beserta suami dan puteranya datang di Rajatapura dalam tahun 268 Saka (346 M) sebagai pengungsi karena negaranya telah dikuasai oleh Maharaja Samudragupta dari keluarga Maurya.
Setelah pernikahannya, rani Spatikarnawa Warmandewi memerintah bersama-sama suaminya yang sebagai Dewawarman VIII bergelar Prabu Darmawirya Dewawarman. Ia memerintah tahun 270 sampai 285 Saka (348-363 M).
Dalam masa pemerintahan Dewawarman VIII kehidupan penduduk makmur-sentosa. Ia sangat memajukan kehidupan keagamaan. Di antara penduduk ada yang memuja Wisnu, namun jumlahnya tidak seberapa. Ada yang memuja Siwa, ada yang memuja Ganesa dan ada pula yang memuja Siwa-Wisnu. Yang terbanyak pemeluknya adalah agama Ganesa atau Ganapati.
Mata pencaharian penduduk Salakanagara ialah berburu di hutan, berniaga, menangkap ikan di laut dan sungai, beternak, bertanam buah-buahan, bertani dan sebagainya.
Sang raja membuat candi dan patung Siwa Mahadewa dengan hiasan bulan-sabit pada kepalanya (mardhacandra kapala) dan patung Ganesha (Ghayanadawa). Juga patung Wisnu untuk para pemujanya. Penduduk selalu berharap agar hidup mereka sejahtera, jauh dari kesusahan dan mara bahaya.
Dewawarman VIII mempunyai putera-puteri beberapa orang. Yang sulung seorang puteri bernama Iswari Tunggal Pertiwi Warmandewi atau Dewi Minawati. Puteri yang amat cantik ini kelak diperisteri oleh Maharesi Jayasingawarman Gurudarmapurusa atau Rajadirajaguru, raja Tarumanagara pertama.
Yang kedua seorang putera bernama Aswawarman. Ia diangkat anak sejak kecil oleh Sang Kudungga, penguasa Bakulapura. Kemudian dijodohkan dengan puteri Sang Kudungga.
Yang ketiga seorang puteri bernama Dewi Indari yang kelak diperisteri oleh Maharesi Santanu, raja Indraprahasta yang pertama. Putera Sang Dewawarman VIII yang lainnya tinggal di Sumatera dan menurunkan para raja di sana. Di antara keturunannya kelak adalah Sang Adityawarman. Anggota keluarganya yang lain tinggal di Yawana dan Semananjung.
Puteranya yang bungsu menjadi putera mahkota. Kelak setelah ayahandanya wafat ia yang menggantikannya menjadi penguasa Salakanagara. Akan tetapi ia menjadi bawahan raja Tarumanagara karena kerajaan ini telah menjadi besar dan kuat. Demikian pula Sang Aswawarman menjadi raja yang besar kekuasaannya di Bakulapura.
Permaisuri Dewawarman VIII ada dua orang. Permaisuri yang pertama ialah rani Spatikarnawa Warmandewi yang menurunkan raja-raja di Jawa Barat dan Bakulapura. Permaisuri yang kedua bernama Candralocana puteri seorang brahmana dari Calankayana di India. la menurunkan raja-raja di Pulau Sumatera, Semananjung dan Jawa Tengah.
Demikianlah kisah keturunan Dewawarman Darmalokapala yang menjadi penguasa di Salakanagara. Kerajaan ini berdiri sebagai kerajaan bebas selama 233 tahun (130-362 M). Dewawarman VIII dianggap sebagai raja Salakanagara terakhir sebab puteranya, Dewawarman IX, sudah menjadi raja bawahan Tarumanagara.
Sumber: Rintisan penelusuran masa silam Sejarah Jawa Barat - Kerta Mukti Gapuraning Rahayu. [c]
Urutan Raja Salakanagara
Daftar nama-nama raja yang pernah memerintah Kerajaan Salakanagara:[a]
- 130-168 M: Dewawarman I, nama julukan Prabu Darmalokapala Aji Raksa Gapura Sagara ~ Bangsawan asal Bharata (India).
- 168-195 M: Dewawarman II, nama julukan Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra ~ Putera tertua Dewawarman I.
- 195-238 M: Dewawarman III, nama julukan Prabu Singasagara Bimayasawirya ~ Putera Dewawarman II.
- 238-252 M: Dewawarman IV, nama julukan Prabu Darmasatyanagara Dewawarman ~ Menantu Dewawarman II, Raja Ujung Kulon.
- 252-276 M: Dewawarman V, nama julukan Prabu Darmasatyajaya Dewawarman ~ Menantu Dewawarman IV.
- 276-289 M: Mahisa Suramardini Warmandewi ~ Puteri tertua Dewawarman IV & isteri Dewawarman V, karena Dewawarman V gugur ketika melawan bajak laut.
- 289-308 M: Dewawarman VI, nama julukan Prabu Ganayanadewa linggabumi Dewawarman ~ Putera tertua Dewawarman V.
- 308-340 M: Dewawarman VII, nama julukan Prabu Bima Digwijaya Satyaganapati Dewawarman ~ Putera tertua Dewawarman VI.
- 340-348 M: Sphatikarnawa Warmandewi ~ Puteri sulung Dewawarman VII.
- 348-362 M: Dewawarman VIII, nama julukan Prabu Darmawirya Dewawarman ~ Cucu Dewawarman VI yang menikahi Sphatikarnawa, raja terakhir Salakanagara.
- Mulai 362 M: Dewawarman IX (putera bungsu Dewawarman VIII) ~ Salakanagara telah menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara.
Referensi:
[a] Wikipedia ID: Kerajaan Salakanagara
[b] Sunda Nusamulya: Kerajaan Salakanagara
[c] Sasadara Manjer Kawuryan: Kerajaan Salakanagara
[d] Paco Paco: Kerajaan Koying antara Kerinci dan Jalur Perdagangan Selat Sunda
[b] Sunda Nusamulya: Kerajaan Salakanagara
[c] Sasadara Manjer Kawuryan: Kerajaan Salakanagara
[d] Paco Paco: Kerajaan Koying antara Kerinci dan Jalur Perdagangan Selat Sunda
0 comments:
Posting Komentar