Selamat Datang Indonesia

Mengenang sejarah Indonesia di masa lalu, selalu menggugah semangat Nasionalis-Patriotis serta Kecintaan terhadap Bangsa dan Tanah Air - Indonesia.

Indonesia, tanah air kuuu...
Tanah tumpah darah kuuu....
Disanalah aku berdiriiii...
Jadi pandu ibu kuuu....

- MERDEKA!!!!

Kerajaan Kutai Martadipura

Kamis, 10 April 2014

Kutai Martadipura (Martapura) adalah kerajaan bercorak Hindu di Nusantara yang memiliki bukti sejarah tertua. Berdiri sekitar abad ke-4 Masehi dan terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam dekat kota Tenggarong. Bukti sejarah tentang kerajaan Kutai adalah ditemukannya tujuh prasasti yang berbentuk yupa (tiang batu bertulis untuk peringatan upacara kurban), tulisan yupa itu menggunakan huruf pallawa dan bahasa sansekerta. Nama Kutai diberikan oleh para ahli mengambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menunjukkan eksistensi kerajaan tersebut.

Sejarah Awal Berdiri


Kisahnya berawal dari Sang Kudungga putera Sang Atwangga putera Sang Mitrongga. Keluarga itu telah beberapa puluh keturunan berada di di Ratnadwiva (Kalimantan) dan menjadi penguasa. Beberapa ratus tahun sebelumnya keluarga itu datang dari India pangkat sisilah mereka dimulai dari Sang Pusyamitra yang menurunkan wangsa Sungga di Magada. Ketika wangsa Sungga dikalahkan dan dikuasai oleh wangsa Kusan (Kucanawamsa), banyak di antara anggota keluarga ini, laki-laki dan perempuan, yang mengungsi ke berbagai negara. Salah seorang anggota keluarga Sungga bersama keluarga dan pengiringnya tiba di salah satu pulau di Nusantara. Mereka mendirikan desa yang diberi nama Kutai. Setelah berkembang menjadi kerajaan kecil lalu diubah namanya menjadi Bakulapura. Bakula yang berarti pohon tanjung, sedangkan pura memiliki arti kota.

Puteri Sang Kudungga yang bernama Dewi Gari Gelar Maharatu Sri Gari diperisteri oleh Sang Aswawarman, putera kedua dari Prabu Darmawirya Dewawarman dengan Rani Spatikarnawa Warmandewi (Raja Salakanagara). Kakak perempuan Sang Dewawarman yang bernama Dewi Minawati alias Iswari Tunggal Pertiwi, menjadi permaisuri Jayasingawarman Rajadirajaguru, raja Tarumanagara pertama. Prabu Darmawirya alias Dewawarman VIII talah lama bersahabat dengan penguasa Bakulapura sebab Sang Kudungga adalah saudara sepupu permaisurinya dari pihak ibu. Karena itulah Aswawarman diangkat anak oleh Sang Kudungga dan sejak kecil tinggal di Bakulapura.

Jadi,Aswawarman dengan isterinya masih saudara satu-buyut. Setelah Sang Kudungga wafat, Aswawarman menggantikannya sebagai penguasa Bakulapura. Dalam masa pemerintahannya Bakulapura menjadi kerajaan besar dan kuat sehingga dialah yang dianggap sebagai pendiri dinasti (wamcakerta).

Aswawarman memiliki tiga orang putera. Yang sulung bernama Mulawarman yang kelak menggantikan ayahnya menjadi penguasa Bakulapura. Di bawah pemerintahannya Bakulapura menjadi makin kuat dan besar. Ia adalah raja yang sangat berwibawa dan membawahkan kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya.

Yupa

Salah satu yupa dengan inskripsi,
kini di Museum Nasional Republik Indonesia,
Jakarta.

Informasi yang ada, diperoleh dari Yupa atau prasasti dalam upacara pengorbanan yang berasal dari abad ke-4. Ada tujuh buah yupa yang menjadi sumber utama bagi para ahli dalam menginterpretasikan sejarah Kerajaan Kutai. Yupa adalah tugu batu yang berfungsi sebagai tiang untuk menambat hewan yang akan dikorbankan. Dari salah satu yupa tersebut diketahui bahwa raja yang memerintah kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman. Namanya dicatat dalam yupa karena kedermawanannya menyedekahkan 20.000 ekor sapi kepada kaum brahmana. Dalam agama Hindu sapi tidak disembelih seperti kurban yang dilakukan umat Islam. Dapat diketahui bahwa menurut Buku Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuno yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto yang diterbitkan oleh Balai Pustaka halaman 36, transliterasi prasasti diatas adalah sebagai berikut:

“srimatah sri-narendrasya; kundungasya mahatmanah; putro svavarmmo vikhyatah; vansakartta yathansuman; tasya putra mahatmanah; trayas traya ivagnayah; tesan trayanam pravarah; tapo-bala-damanvitah; sri mulavarmma rajendro; yastva bahusuvarnnakam; tasya yajnasya yupo ‘yam; dvijendrais samprakalpitah.”

Artinya:

"Sang Maharaja Kundungga, yang amat mulia, mempunyai putra yang mashur, Sang Aswawarmman namanya, yang seperti Ansuman (dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aswawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci). Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mulawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mulawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para brahmana.”

Aswawarman


Aswawarman adalah Anak Raja Kudungga. Ia disebut sebagai Dewa Ansuman/Dewa Matahari. Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar Wangsakerta, yang artinya pembentuk keluarga. Ditinjau dari namanya sudah mendapat pengaruh Hindu (nama “Warman“ dipakai nama gelar raja Hindu di India).

Dalam yupa tersebut juga menyatakan bahwa Raja Aswawarman merupakan seorang raja yang cakap dan kuat. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan pelaksanaan upacara Asmawedha.

Informasi tentang upacara sejenis didapat dari negeri India, pada masa pemerintahan Raja Samudragupta ketika ingin memperluas wilayahnya. Dalam upacara Asmawedha dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai. Dengan kata lain, sampai di mana ditemukan tapak kaki kuda, maka sampai di situlah batas Kerajaan Kutai. Pelepasan kuda-kuda itu diikuti oleh prajurit Kerajaan Kutai. Setelah meninggal Raja  Aswawarman digantikan oleh Raja Mulawarman.

Mulawarman


Mulawarman adalah putra Raja Aswawarman dan cucu Raja Kundungga. Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan pengaruh bahasa Sansekerta bila dilihat dari cara penulisannya. Kundungga adalah pembesar dari Kerajaan Campa (Kamboja) yang datang ke Indonesia. Kundungga sendiri diduga belum menganut agama Hindu, sedangkan Raja Mulawarman adalah penganut Hindu Syiwa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya bukti dari salah satu prasastinya yang menyebutkan tempat suci Waprakeswara, yaitu tempat suci yang selalu disebut berhubungan dengan Trimurti, yaitu Brahma, Wisnu, dan Syiwa.

Dalam kehidupan politik dari informasi yupa diketahui bahwa raja terbesar Kutai adalah Mulawarman. Kerajaan Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur. Kerajaan Kutai mengalami perkembangan yang pesat karena letaknya yang strategis, yaitu sebagai persinggahan kapal-kapal yang menempuh perjalanan melalui Selat Makassar.

Isi dari prasasti yupa lainnya yang dikeluarkan oleh Mulawarman berbunyi sebagai berikut:

Dengarkanlah oleh kamu sekalian, brahmana yang terkemuka, dan sekalian orang baik lain-lainnya, tentang kebaikan budi Sang Mulawarman, raja besar yang sangat mulia. Kebaikan budi ini ialah berujud sedekah banyak sekali, seolah-olah sedekah kehidupan atau semata-mata pohon Kalpa (yang memberi segala keinginan), dengan sedekah tanah (yang dihadiahkan). Berhubung dengan semua kebaikan itulah maka tugu ini didirikan oleh para brahmana (buat peringatan).

Tugu ini ditulis buat (peringatan) dua (perkara) yang telah disedekahkan oleh Sang Raja Mulawarman, yakni segunung minyak (kental), dengan lampu serta malai bunga.

Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka, telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada para brahmana yang seperti api, (bertempat) di dalam tanah yang sangat suci (bernama) Waprakeswara. Buat (peringatan) akan kebaikan budi sang raja itu, tugu ini telah dibikin oleh para brahmana yang datang di tempat ini.

Kehidupan Kerajaan


Kehidupan sosial di Kerajaan Kutai merupakan terjemahan dari prasasti-prasasti yang ditemukan oleh para ahli. Diantara terjemahan tersebut adalah sebagai berikut:

  • Masyarakat di Kerajaan Kutai tertata, tertib dan teratur
  • Masyarakat di Kerajaan Kutai memiliki kemampuan beradaptasi dengan budaya luar (India), mengikuti pola perubahan zaman dengan tetap memelihara dan melestarikan budayanya sendiri.

Kehidupan ekonomi di Kerajaan Kutai dapat diketahui dari dua hal berikut ini:

  • Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.
  • Keterangan tertulis pada prasasti yang mengatakan bahwa Raja Mulawarman pernah memberikan hartanya berupa minyak dan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana.

Kehidupan budaya masyarakat Kutai sebagai berikut:

  • Masyarakat Kutai adalah masyarakat yang menjaga akar tradisi budaya nenek moyangnya.
  • Masyarakat yang sangat tanggap terhadap perubahan dan kemajuan kebudayaan.
  • Menjunjung tingi semangat keagamaan dalam kehidupan kebudayaannya.


Masuknya Pengaruh Budaya


Masuknya pengaruh budaya India ke Nusantara, menyebabkan budaya Indonesia mengalami perubahan. Perubahan yang terpenting adalah timbulnya suatu sistem pemerintahan dengan raja sebagai kepalanya. Sebelum budaya India masuk, pemerintahan hanya dipimpin oleh seorang kepala suku.

Selain itu, percampuran lainnya adalah kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia mendirikan tugu batu. Kebiasaan ini menunjukkan bahwa dalam menerima unsur-unsur budaya asing, bangsa Indonesia bersikap aktif. Artinya bangsa Indonesia berusaha mencari dan menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan asing tersebut dengan kebudayaan sendiri.

Bangsa Indonesia mempunyai kebiasaan mendirikan tugu batu yang disebut menhir, untuk pemujaan roh nenek moyang, sedangkan tugu batu (Yupa) yang didirikan oleh raja Mulawarman digunakan untuk menambatkan hewan kurban.

Pada prasasti itu juga diceritakan bahwa Raja Mulawaraman memerintah dengan bijaksana. Ia pernah menghadiahkan ± 20.000 ekor sapi untuk korban kepada para brahmana / pendeta. Dan dalam prasasti itu pun menyatakan bahwa Raja Aswawarman merupakan pendiri dinasti, dan mengapa bukan ayahnya Kudungga yang menjadi pendiri dinasti tetapi anaknya Aswawarman? Hal itu karena pada saat itu Raja Kudungga belum memeluk agama Hindu, sehingga ia tidak bisa menjadi pendiri dinasti Hindu.

Dari Raja Aswawarman menurunlah sampai Mulawarman, karena Mulawarman pun memeluk agama Hindu. Hal itu diketahui dari penyebutan bangunan suci untuk Dewa Trimurti. Bangunan itu disebut bangunan Wapraskewara dan di Gua Kembeng di Pedalaman Kutai ada sejumlah arca-arca agama Hindu seperti Siwa dan Ganesa.

Berakhir


Kerajaan Kutai seakan-akan tak tampak lagi oleh dunia luar karena kurangnya komunikasi dengan pihak asing, hingga sangat sedikit yang mendengar namanya. Mungkin itu sebabnya keberadaan Kerajaan Kutai kurang diperhatikan oleh para penulis tambo di daratan China.

Berita tertua China yang bertalian dengan salah satu daerah di Kalimantan, berasal dari zaman dinasti Tang (618-906 M). Padahal, berita-berita China yang berhubungan dengan Jawa sudah ada sejak abad ke-5 dan dengan Sumatera pada abad ke-6.

Kurangnya perhatian dari pihak China mungkin disebabkan Kalimantan tidak terletak pada jalur niaga China yang utama. Begitu pula pada masa sesudahnya, sehingga informasi tentang Kalimantan sangat sedikit

Kerajaan Kutai berakhir saat Raja Kutai yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas dalam peperangan di tangan Raja Kutai Kartanegara ke-13, Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Perlu diingat bahwa Kutai ini (Kutai Martadipura) berbeda dengan Kerajaan Kutai Kartanegara yang saat itu beribukota di Kutai Lama (Tanjung Kute).

Kutai Kartanegara inilah, pada tahun 1365 M, yang disebutkan dalam sastra Jawa Negarakertagama. Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam. Sejak tahun 1735 M kerajaan Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.

Nama-Nama Raja Kutai


  1. Maharaja Kudungga, gelar anumerta Dewawarman (pendiri)
  2. Maharaja Aswawarman (anak Kundungga)
  3. Maharaja Mulawarman (anak Aswawarman)
  4. Maharaja Marawijaya Warman
  5. Maharaja Gajayana Warman
  6. Maharaja Tungga Warman
  7. Maharaja Jayanaga Warman
  8. Maharaja Nalasinga Warman
  9. Maharaja Nala Parana Tungga
  10. Maharaja Gadingga Warman Dewa
  11. Maharaja Indra Warman Dewa
  12. Maharaja Sangga Warman Dewa
  13. Maharaja Candrawarman
  14. Maharaja Sri Langka Dewa
  15. Maharaja Guna Parana Dewa
  16. Maharaja Wijaya Warman
  17. Maharaja Sri Aji Dewa
  18. Maharaja Mulia Putera
  19. Maharaja Nala Pandita
  20. Maharaja Indra Paruta Dewa
  21. Maharaja Dharma Setia

Referensi:
Buku Salasilah Kutai terbitan Bagian Humas Pemerintah Daerah Tingkat II Kutai (1979) yang naskahnya berasal dari buku De Kroniek van Koetei karangan C.A. Mees (1935). Sementara buku C.A. Mees sendiri bersumber dari naskah kuno dalam tulisan huruf Arab karya Tuan Chatib Muhammad Tahir pada 21 Dzulhijjah 1285 Hijriah.

Lain-lain


Nama Maharaja Kundungga oleh para ahli sejarah ditafsirkan sebagai nama asli orang Indonesia yang belum terpengaruh dengan nama budaya India. Sementara putranya yang bernama Asmawarman diduga telah terpengaruh budaya Hindu. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kata Warman berasal dari bahasa Sansekerta. Kata itu biasanya digunakan untuk ahkiran nama-nama masyarakat atau penduduk India bagian Selatan.

Referensi web:

  1. http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kutai
  2. http://senasidu.wordpress.com/2012/01/16/sejarah-kerajaan-kutai-di-indonesia-kerajaan-tertua-di-indonesia/
  3. http://feby27febbay.blogspot.com/2012/01/prasasti-kerajaan-kutai-dan-kerajaan-tarumanegara.html
  4. http://www.wacananusantara.org/kerajaan-kutai/

0 comments:

Posting Komentar