Kerajaan Singhasari adalah sebuah kerajaan Hindu-Buddha di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 M. Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Namun, nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari.
Keberadaan Kerajaan Singhasari dibuktikan melalui candi-candi yang banyak ditemukan di Jawa Timur yaitu daerah Singosari sampai Malang, juga melalui kitab sastra peninggalan zaman Majapahit yang berjudul Negarakertagama karangan Mpu Prapanca yang menjelaskan tentang raja-raja yang memerintah di Singhasari serta kitab Pararaton yang juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab Pararaton isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab Pararatonlah asal usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui.
Menurut Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222 M, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.
Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan. Kerajaan Singhasari hanya sempat bertahan 70 tahun sebelum akhirnya mengalami keruntuhan. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan di daerah Singosari, Malang.
Riwayat Berdirinya Singhasari
Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah wilayah kabupaten daerah bawahan Kerajaan Kadiri. Yang menjabat sebagai akuwu (pangkat penguasa daerah setara bupati) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung, yang memiliki istri cantik bernama Ken Dedes. Ken Arok seorang rakyat jelata dari desa Pangkur yang kemudian menjadi prajurit Tunggul Ametung, berkeinginan untuk menguasai Tumapel.
Ken Arok kemudian membunuh Tunggul Ametung dengan keris yang dipesan dari Mpu Gandring. Ken Arok kemudian menjadi pengganti Tunggul Ametung dengan dukungan rakyat Tumapel. Ken Arok diangkat sebagai Raja Tumapel dengan gelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi, dengan Ken Dedes sebagai permaisurinya. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kadiri.
Tak lama kemudian, Ken Dedes melahirkan puteranya hasil perkawinannya dengan Tunggul Ametung, yang diberi nama Anusapati. Dari selirnya yang bernama Ken Umang, Ken Arok memiliki putera bernama Tohjaya.
Pada tahun 1222, terjadi perseteruan antara Kertajaya, Raja Kadiri melawan kaum brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri guna meminta perlindungan kepada Ken Arok yang telah mendirikan kerajaan di Tumapel. Perang melawan Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel. Kadiri-Kertajaya akhirnya dapat ditaklukkan dan sejak itu Kadiri menjadi bagian dari wilayah Singhasari.
Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu, pendiri Kerajaan Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan Kertajaya, Raja Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255 M, menyebutkan kalau pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa, sebelum maju perang melawan Kadiri, Ken Arok lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.
Raja-Raja Singhasari
A. Ken Arok (1222-1227)
Menurut kitab Pararaton, Ken Arok (atau dieja pula Ken Angrok) dilahirkan di desa Pangkur (yang saat ini adalah Malang) pada abad ke-13. Bayi Ken Arok ditelantarkan oleh Ken Ndok (ibunya) di sebuah pemakaman, hingga akhirnya diasuh oleh seorang pencuri bernama Lembong. Ken Arok muda dikenal sebagai penjudi, hingga membebani orang tuanya hutang yang banyak.
Pada waktu itu, Tumapel merupakan daerah kekuasaan bawahan Kerajaan Kadiri. Kondisi politik Kerajaan Kadiri pada waktu itu sedang kacau. Rajanya, Kertajaya dikenal sebagai raja yang kejam, bahkan meminta rakyat dan para brahmana untuk menyembahnya, namun keinginannya ditentang keras oleh kaum brahmana.
Ken Arok Merebut Kekuasaan Tunggul Ametung
Ken Arok kemudian menjadi prajurit yang mengabdi kepada Tunggul Ametung di Tumapel. Dikemudian hari timbul hasrat Ken Arok yang sangat menginginkan menjadi raja dan memperistri Ken Dedes, istri dari Tunggul Ametung. Untuk mewujudkan keinginannya, Ken Arok pun memesan sebuah keris pada Mpu Gandring untuk membunuh Tunggul Ametung. Mpu Gandring menolak menyelesaikan pembuatan keris tersebut dalam waktu yang ditentukan oleh Ken Arok. Tetapi Ken Arok tetap memaksa, hingga pada suatu saat ketika mengetahui pembuatan keris belum juga selesai, Ken Arok datang menemui Mpu Gandring dan menusuk Mpu Gandring dengan keris yang belum jadi itu hingga tewas.
Dalam kepercayaan para empu, keris yang belum sempurna (dimantrai) dapat membahayakan pemilik dan orang-orang di sekitarnya. Sebelum wafat, Mpu Gandring sempat bersumpah bahwa keris itu akan membunuh tujuh nyawa dari keturunan Ken Arok, termasuk nyawa Ken Arok sendiri.
Sekembalinya di Tumapel, Ken Arok merencanakan strategi selanjutnya. Ken Arok memanfaatkan Kebo Ijo, seorang figur yang suka pamer dan menyombongkan diri. Ken Arok meminjamkan keris buatan Mpu Gandring kepada Kebo Ijo, yang tentu saja kemudian dipamerkan ke setiap orang. Pada suatu saat, Ken Arok menyelinap guna mengambil keris Mpu Gandring tanpa sepengetahuan Kebo Ijo, yang kemudian membunuh Tunggul Ametung, sedangkan rakyat Tumapel menyalahkan Kebo Ijo.
Dalam langkahnya untuk melakukan kudeta terhadap Tunggul Ametung, Ken Arok juga mendapat dukungan dari rakyat Tumapel dan kaum brahmana Hindu-Wisnu yang menganggap Ken Arok dapat mengembalikan kejayaan Hindu-Wisnu.
Tak lama kemudian, Ken Dedes melahirkan putera hasil perkawinannya dengan Tunggul Ametung, yang diberi nama Anusapati. Sementara, hasil perkawinan Ken Arok dan Ken Dedes membuahkan anak bernama Mahesa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya dan Dewi Rimbu. Dari selir bernama Ken Umang, Ken Arok memiliki anak bernama Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wergola dan Dewi Rambi.
Langkah selanjutnya adalah penyerbuan ke pusat Kerajaan Kadiri. Ken Arok memanfaatkan situasi politik yang kurang kondusif waktu itu, dan beraliansi dengan para brahmana karena tidak setuju pada kehendak Sri Kertajaya yang ingin mendewakan diri dan disembah selayaknya para dewa. Raja Kertajaya yang juga dikenal dengan nama Prabu Dandang Gendis, akhirnya dapat dikalahkan pada tahun 1222 dalam Perang Ganter, dan sejak itu tamatlah riwayat Kerajaan Kadiri, kerajaan yang didirikan oleh Airlangga. Ken Arok memerintah di Kerajaan Singhasari hanya dalam kurun waktu lima tahun (1222-1227). Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singhasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa).
Terbunuhnya Ken Arok
Ketika Anusapati telah cukup dewasa, ia mengetahui bahwa pembunuh ayahnya (Tunggul Ametung) adalah Ken Arok. Melalui tangan seorang pengalasan dari desa Batil, Anusapati memerintahkan pembunuhan terhadap Ken Arok pada tahun 1227, dan kemudian Anusapati membunuh pengalasan tersebut sebagai tindakan untuk menutup mulut. Sang Anusapati kemudian menjadi suksesor Kerajaan Singhasari.
Ken Arok didharmakan di Kagenengan, candi ini merupakan candi tertua diantara duapuluh tujuh candi keluarga wangsa Rajasa, wangsa yang didirikan oleh Ken Arok yang menjadi cikal-bakal raja-raja di tanah Jawa.
B. Anusapati (1227-1248)
Anusapati menjadi raja kedua Singhasari setelah berhasil membunuh ayah tirinya Ken Arok. Anusapati memerintah Singhasari selama 21 tahun (1227-1248), namun dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung ayam. Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke telinga Tohjoyo, putra Ken Arok dari selir bernama Ken Umang yang kemudian berkeinginan menuntut balas atas kematian ayahnya. Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo mencabut keris buatan Mpu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Tohjaya berhasil membunuh Anusapati dan menjadi Raja Singhasari berikutnya.
Menurut Pararaton dan Negarakertagama, Anusapati selanjutnya didharmakan di Candi Kidal sebagai Syiwa.
C. Tohjaya (1248)
Tohjaya adalah raja ketiga Singhasari (1248). Tohjaya yang merupakan keturunan Ken Arok dari selir bernama Ken Umang menjadi suksesor Kerajaan Singhasari setelah membunuh Anusapati. Namun, pengangkatan Tohjaya mendapat banyak tentangan, karena ia hanyalah anak dari seorang selir yang dianggap tidak berhak menduduki singgasana Singhasari. Tohjaya hanya memerintah selama kurang dari satu tahun, dan gugur dalam sebuah pemberontakan yang menentang dirinya sebagai raja, yang dipimpin oleh Ranggawuni (putera Anusapati) dan Mahesa Cempaka (putera Mahesa Wonga Teleng, putera Ken Arok lainnya dari Ken Dedes).
Dalam penyerangan tersebut, Tohjoyo berhasil melarikan diri, namun kemudian meninggal akibat luka-luka yang dideritanya di Katung Lumbung. Sebagai penggantinya adalah Ranggawuni yang dianggakat sebagai Raja Singhasari dengan gelar Sri Jaya Wisnuwardhana.
D. Sri Jaya Wisnuwardhana (1248-1268)
Sri Jaya Wisnuwardhana (Ranggawuni) adalah raja keempat Kerajaan Singhasari setelah mengadakan pemberontakan bersama Mahesa Cempaka dalam menentang Tohjaya.
Pada masa kekuasaannya, perseteruan antarkeluarga dalam dinasti Rajasa berakhir dengan rekonsiliasi sebagai upaya meredam persengketaan antar dua kelompok. Wisnuwardhana merupakan cucu Tunggul Ametung sedangkan Narasingamurti adalah cucu Ken Arok. Salah satu upaya rekonsiliasi yang dilakukan oleh Wisnuwardhana ialah dengan mengangkat Mahisa Cempaka (putra Mahisa Wongatelang) menjadi Ratu Angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Pemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran bagi rakyat Singhasari.
Sri Jaya Wisnuwardhana menikah dengan puteri keturunan eks-Kerajaan Kadiri, yang masuk kedalam wilayah Singhasari setelah ditaklukkan oleh Ken Arok serta memiliki menantu bernama Jayakatwang.
Pada tahun 1254, Wisnuwardhana mengangkat anaknya yang bernama Kertanegara menjadi yuwaraja (raja muda) dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Wisnuwardhana meninggal pada tahun 1268 dan didharmakan sebagai Siwa di Candi Waleri dan sebagai Budha Amoghapasa di Jajagu atau Candi Jago. Tidak lama kemudian, Mahisa Cempaka juga meninggal dan didharmakan di Kumeper.
E. Sri Maharajadhiraja Sri Kertanagara (1268-1292)
Kertanegara adalah raja terakhir sekaligus yang terbesar dari Kerajaan Singhasari. Kertanagara dianggap sebagai tokoh penguasa yang pertama kali mencetuskan keinginan untuk menyatukan Nusantara. Masa pemerintahan Raja Kertanegara dikenal sebagai masa kejayaan Kerajaan Singhasari.
Usaha-usaha Raja Kertanegara untuk mencapai cita-citanya itu sebagai berikut.
1) Usaha di dalam negeri
a) Untuk memperlancar pemerintahannya, Kertanegara dibantu oleh tiga orang mahamenteri, yaitu I Hino, I Sirikan, dan I Halu. Tugas mereka adalah mengatur dan meneruskan perintah raja melalui tiga menteri pelaksana, yaitu Rakryan Apatih, Rakryan Demung, dan Rakryan Kanuruhan.
b) Karena dipandang kurang mendukung gagasan raja, Mahapatih Raganatha diganti oleh Aragani. Namun, agar tidak kecewa, Raganatha diangkat menjadi adhyaka di Tumapel.
c) Karena dianggap masih punya hubungan erat dengan Kadiri, Banyak Wide diangkat menjadi Bupati Semenep (Madura) dengan gelar Arya Wiraraja.
d) Angkatan perang, baik prajurit darat maupun armada laut, diperkuat dengan melengkapi peralatan dan persenjataannya.
e) Menumpas segala pemberontakan yang terjadi di dalam negeri, misalnya, Pemberontakan Bhayaraja (1270) dan Pemberontakan Mahesa Rangkah (1280).
f) Mengajak kerja sama lawan-lawan politik, misalnya, Jayakatwang (keturunan Raja Kadiri) diangkat menjadi raja kecil di Kadiri dan putranya, Ardharaja dijadikan menantu Kertanegara.
g) Raden Wijaya, putra Mahisa Cempaka, juga dijadikan menantu.
h) Untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari para pemuka agama, diangkatlah seorang kepala agama Buddha dan seorang pendeta Mahabrahma sebagai pendamping raja.
2) Usaha ke luar negeri
a) Setelah armada lautnya kuat, Kertanegara mulai melebarkan sayap ke luar Jawa. Pertama-tama, Kertanegara ingin menguasai Sriwijaya. Pada tahun 1275, Kertanegara mengirimkan ekspedisi ke Melayu (Ekspedisi Pamalayu) untuk menghidupkan kembali Kerajaan Melayu di Jambi agar dapat menyaingi dan melemahkan Kerajaan Sriwijaya. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara. Tindakan ini dimaksudkan untuk mencegah atau menahan gerak ekspansi prajurit Mongol yang dipimpin Kaisar Kublai Khan.
b) Pada tahun 1284, Kertanegara mengirimkan ekspedisi ke Bali dan berhasil menanamkan pengaruh dan kekuasaannya di sana.
c) Pada tahun 1286, Kertanegara mengirimkan sebuah Patung Amoghapasa beserta 14 pengiringnya kepada Raja Melayu, Mauliwamadewa. Hal itu dimaksudkan untuk mempererat dan memperkuat pertahanan Singhasari – Melayu.
d) Menundukkan Jawa Barat (1289), Pahang di Melayu, dan Tanjungpura di Kalimantan karena daerah-daerah ini sangat strategis untuk menghadang ekspansi tentara Mongol.
e) Menjalin persahabatan dengan raja-raja di Semenanjung Malaka dan Indocina dengan jalan mengawinkan putri Kertanegara dengan Raja Indocina.
Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.
Peta kekuasaan Singhasari pada masa Kertanegara. Wikipedia - Gunawan Kartapranata |
Pada masa pemerintahannya, di Singhasari telah berkembang pusat agama Buddha aliran Tantrayana. Hal ini terbukti dalam prasasti yang dituliskan pada lapik (alas) "Jaka Dolok" yang ada di Taman Simpang Surabaya. Lapik tersebut menyebutkan bahwa Kertanegara telah dinobatkan sebagai Jiwa atau Dhyani Buddha (Aksobhya). Masa pemerintahan Kertanegara berakhir ketika Kertanegara dibunuh oleh Jayakatwang, raja dari Kadiri.
Keruntuhan
Pada masa kekuasaannya, Kertanagara memindah tugaskan dua tokoh penting Singhasari pada masa Raja Wisnuwardhana: Mpu Raganata (mantan mahapatih) dan Aria Wiraraja (mantan penasihat keamanan). Mpu Raganata dipandang terlalu vokal, karena mengkritisi kebijakan Kertanagara yang lebih mengutamakan ekspedisi luar negerinya dibanding stabilitas politik dalam negeri. Menurut salah satu catatan sejarah Kidung Panji Wijayakrama, salah satu penyebab pemberontakan yang terjadi di Singhasari dipicu oleh ketidaksenangan Aria Wiraraja yang dipindahtugaskan sebagai bupati di Sumenep, Madura.
Pada tahun 1292, pemberontakan lain juga dilakukan oleh Jayakatwang bupati Gelanggelang, yakni menantu Wisnuwardhana serta sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanagara sendiri. Jayakatwang kurang suka dengan peralihan kekuasaan Singhasari ke Kertanagara, karena ia mengklaim sebagai keturunan langsung raja-raja kuno Kadiri, serta ingin melakukan balas dendam terhadap Singhasari yang telah menghancurkan Kadiri. Kekuatan Singhasari yang terfokus pada persiapan pasukan untuk mengantisipasi balasan Mongol, membuat lengah pertahanan dalam negeri. Akibatnya kesempatan ini digunakan oleh Jayakatwang memberontak terhadap Singhasari. Kertanagara akhirnya gugur dalam pemberontakan tersebut.
Setelah runtuhnya Singhasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di Kadiri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singhasari pun berakhir.
Hubungan dengan Majapahit
Pararaton, Nagarakretagama, dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden Wijaya cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanagara lolos dari maut. Berkat bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit.
Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk mengalahkan Jayakatwang di Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa.
Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Singhasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.
Silsilah Wangsa Rajasa dari sumber prasasti dan naskah kepujanggaan. Sumber: Wikipedia |
Referensi:
- Wikipedia: Kerajaan Singhasari
- Sejarah: Sejarah Kerajaan Singhasari
0 comments:
Posting Komentar